![](file:///C:/Users/hanie/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
Bab III
Menanti Rindu Menemui
Sunyi
Jam
kepulangan tiba, beberapa siswa terlihat berlari-lari kecil sambil tertawa-tawa
riang. Suasana terasa riuh rendah dengan suara anak-anak yang berbicara dan
tertawa. Karl bersama Musa berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil motor.
Suasana langit siang menjelang sore itu mendung, rasanya sebentar lagi akan
turun hujan.
Karl
dan Musa melewati arah pulang yang berbeda, mereka mulai berpisah di
persimpangan jalan. Karl tidak langsung pulang ke rumahnya, namun ia harus
pergi menuju sebuah tempat untuk kembali menuntut ilmu.
“Bye,
Karl. Jangan lupa besok ada tugas fisika,” sapa Musa. “Kamu kerjakan, nanti
saya lihat punyamu saja haha.” Karl tertawa meledek. Rasanya tidak mungkin jika
Karl tidak mengerjakan tugasnya, tentu ia akan mengerjakannya nanti di tempat
les bersama guru pembimbingnya.
***
Suasana
semakin gelap dan angin berdesir cukup kuat. Chandra yang saat itu masih
mengobrol bersama teman-temannya di tempat parkir mulai bergegas pulang. Sama halnya
seperti Karl, ia tidak langsung pulang ke rumah, melainkan ada hal lain yang
harus ia kerjakan.
Benar
saja, hujan mulai turun di pertengahan jalan. Karl tidak membawa jas hujan, ia memilih
untuk tetap memandu motornya menuju tempat les karena lokasinya sudah lumayan
dekat. Setelah sampai, ia melepaskan crewneck yang ia kenakan dan
menggantungnya di gantungan yang seharusnya tempat menaruh tas. Syukur saja basahnya
tidak sampai seragamnya, hanya bagian luar saja.
Melihat
kedatangan Karl, guru lesnya pun menyuruhnya untuk segera masuk, “Nak, ayo
cepat masuk, pelajaran akan segera dimulai.” Mendengar itu, Karl yang sedang
menggantung pakaiannya menjawab, “Sebentar bu, saya mau mengeringkan crewneck
saya, taruh di sini gapapa kan bu?” Gurunya mengiyakan hal itu dan Karl segera
masuk ke dalam kelas.
Pelajaran
pun dimulai, dengan mata pelajaran fisika yaitu bab “Medan Magnet”.
“Jika
tangan kanan dibuka dengan ibu jari menunjukkan arah arus I dan keempat
jari lain yang dirapatkan menunjukkan arah medan magnet B, arah keluar dari
telapak tangan menunjukkan arah Gaya Lorentz.” Cuplikan ketika pelajaran
sedang berlangsung. Karl menyimak pelajaran dengan baik, dan tidak lupa ia
mencatat setiap poin dari materi yang disampaikan. Suasana tempat les jauh
lebih tenang dari riuhnya kelas XII Newton, terlebih lagi memiliki teman
sebangku seorang Prasanta Chandra.
Waktu
menunjukan pukul delapan malam, teman-teman di tempat les sudah menuju rumahnya
masing-masing, sementara Karl masih berada di tempat les. Karl berbicara pada
gurunya bahwa ia memiliki tugas fisika untuk besok dan meminta untuk dibimbing,
gurunya bersedia untuk membantunya.
Karena
muridnya dilatih untuk bisa menyelesaikan pertanyaan yang sulit, gurunya itu
hanya memantau Karl mengerjakan, bukan membantu mengerjakan untuknya. Karl mulai
mengerjakan dan ia telah menyelesaikan satu dari lima soal, ia pun meminta
gurunya memeriksa. Hasilnya, ada yang keliru dari rumus yang digunakan Karl
yang membuat jawabannya salah dari awal, “Nak, ini seharusnya pakai rumus
rangkaian seri bukan paralel, ayo diulang lagi.” Karl mengerjakan
ulang dan meminta gurunya untuk memeriksa lagi, tak terasa semua nomer sudah
terisi dengan benar.
Waktu
menunjukkan pukul sembilan malam. Karl akan pulang dan pamit pada gurunya, ia
meraih crewnecknya yang sudah lumayan kering. Suasana dingin dan sepi di
sepanjang jalan terasa damai sekali, terlintas pikiran tentang apa yang akan di
makan malam ini, dan pikiran-pikiran lainnya. Melewati bangunan-bangunan serta
toko yang sudah tutup cukup menambah kesan menyeramkan, Karl mempercepat
perjalanannya, hingga sampailah di rumah.
***
Bayang-bayang
akan disambut ketika sampai di rumah ternyata sungguh menyakitkan, kenyataan
yang ada hanyalah ruangan kosong bagai tak berpenghuni. Hanya disambut oleh security
yang membukakan pagar,
“Malam,
Tuan. Sudah malam begini baru pulang, dari mana saja?”
“Malam,
Pak. Hari ini saya mengambil dua kelas sekaligus. Ngomong-ngomong, apakah adik saya
sudah tidur pak?”
“Sudah
sepertinya, saya tidak melihatnya dari tadi. Ketika sampai di dalam nanti langsung
bersih-bersih ya, makan malam sudah disediakan di meja,”
“Baik
pak, terima kasih.” Karl memakirkan motornya dan ia langsung bergegas masuk ke
dalam rumah. Ketika ia melewati sebuah kamar, terlihat adiknya sudah tertidur
lelap, syukur ucapnya. Ia akan segera mandi dan juga akan menyantap makan
malam.
Berada di ruang makan yang cukup luas,
rasanya hanya semakin menambah kesan rasa kesepian. Bayang-bayang akan ricuhnya
ketika makan malam keluarga membuatnya semakin kesepian. Ruangan ini hanya
ramai jika Papanya sedang mengundang makan malam seorang tokoh penting yang membuat
banyak wartawan hadir.
Lelah
yang dirasakan malam itu membuatnya menitikkan air matanya, seraya seluruh
tubuhnya gemetar karena isak tangisnya. Perasaan rindu membuatnya menangis
tersedu-sedu,
“Saya
kangen suasana di panti.”
|
Waktu
menunjukkan pukul empat pagi, alarm otomatis yang ada dalam tubuh Karl
membuatnya bangun dari mimpinya. Hari masih gelap, matahari belum menampakkan
dirinya. Hawa pagi itu cukup dingin, membuat orang malas untuk bangun dari
tidurnya. Seseorang pernah berkata,
”Beberapa
orang memimpikan kesuksesan, sementara yang lain bangun setiap pagi dan
mewujudkannya.”
Karl
bangun dari tidurnya, kemudian ia merapihkan tempat tidur dan menyempatkan
untuk membaca buku. Ketika waktu sudah menunjukan pukul lima pagi, ia pergi
keluar untuk berolahraga, pagi itu ia memilih untuk lari pagi di halaman
rumahnya. Hawa dingin saat fajar mulai menyelimuti tubuh, menusuk jiwa, angin
sepoi-sepoi fajar memiliki rahasia untuk memberitahu jangan kembali tidur.
“Kak…”
seru adiknya dari jendela kamarnya. Panggilan dari adiknya itu menandakan
olahraga pagi itu selesai, ia langsung pergi menghampiri adiknya. Karl pun pergi
mandi, setelah selesai ia langsung menyantap sarapan yang sudah disediakan oleh
para pekerja di rumah Karl.
Ketika waktu menunjukkan pukul setengah tujuh, Karl segera pergi berangkat ke sekolah dengan motornya.
Suasana
sekolah pada pagi itu masih sepi, belum ramai siswa maupun siswi yang datang.
Karl memakirkan motornya dan berjalan menuju ruang kelas, kemudian hal yang
sama terjadi lagi pagi itu, sebuah motor melaju kencang dan hampir menabrak
Karl yang sedang membenarkan tali sepatunya, ia reflek menghindar,
“Hei!
apakah hal ini harus terjadi di setiap pagi?!” seru Karl.
“Apa
masalahmu?” jawab Chandra sembari melepaskan helm nya.
“Masih
belum sadar apa masalahnya?!!” Karl menghampirinya.
“Udah
sarapan belum? Marah-marah mulu, makan dulu gih, kekurangan gizi gejala awalnya
memang gitu,” jawab Chandra dengan wajah meledek sembari menunjuk ke arah
gerobak bubur ayam. Menghindar dari serangan botol minum Karl, Chandra langsung
berlari menghampiri penjual bubur ayam itu dan ingin menyantap sarapan di sana.
Tak lama, Laura datang menyusulnya dan bergabung untuk sarapan.
Karl
sampai di kelas lebih dulu, dia orang pertama yang datang. Seperti
kebiasaannya, setiap pagi ia akan mempelajari materi yang akan dibahas hari
itu, juga mencatat pertanyaan-pertanyaan untuk ditanyakan saat jam pelajaran.
***
Bel
masuk mulai berdering, siswa-siswi mulai berlarian masuk kedalam kelasnya
masing-masing, namun ada juga yang masih berada di luar kelas, yang dengan
santai nya masih sarapan bubur ayam. Pelajaran pertama pagi itu adalah matematika
peminatan oleh Bu Rifdah, dengan materi yang akan dibahas adalah “Limit
Fungsi Trigonometri”. Sang guru pun masuk ke dalam kelas,
“Selamat
pagi teman-teman semuanya,”
“Pagi
Bu.”
“Pada
pelajaran pagi ini, ibu akan mulai dengan absensi,” Bu Rifdah mulai memanggil
nama-nama dari absen awal, ketika absen sudah sampai pada nama Laura, ternyata
dia belum hadir di kelas. Seorang anak di kelas menyahuti bahwa ia melihat
Laura dan Chandra masih di luar, sedang sarapan bubur ayam. Absen pun berlanjut
hingga sampailah pada nama terakhir. Kemudian, terdengar suara ketukan pintu,
“Maaf
bu, kami telat,” Chandra dan Laura baru sampai di kelas, seketika saat itu mereka
menjadi pusat perhatian.
“Baik,
silahkan langsung duduk,” mereka tidak dihukum karena mereka tidak datang
terlalu telat. Mereka pun duduk dan mulai menyimak pelajaran yang dibahas. Karl
yang masih kesal karena kejadian pagi tadi, akhirnya ia membalasnya detik itu
juga. Dia mengepalkan tinjunya dan memukul dengan keras bagian perut Chandra,
pukulan keras itu terdengar sampai ke ujung ruangan, hingga sang guru menyadari
itu,
“Hei,
ada apa kok ribut-ribut,”
“Tidak
bu, hanya suara dari buku saya yang terjatuh ke lantai,” Karl membungkam mulut
Chandra yang mencoba mengadu pada sang guru.
“Sakit,
woy!” lirih Chandra. “Awas saja, nanti saya akan balas lebih kuat dari itu.”
“Coba
saja,” tantang Karl.
“Itu
yang masih ribut-ribut mending keluar saja, kalian mengganggu konsentrasi
pembelajaran,” ucap sang guru yang mulai terganggu dengan keributan dua anak
ini. Karl pun kembali melanjutkan catatan di papan tulis, begitupun Chandra
yang juga ikut menulis.
Karena
di tingkat kelas sebelumnya sudah pernah dibahas terkait limit fungsi, namun pada
kali ini yang dibahas adalah limit fungsi trigonometri. Bu Rifdah mengulang
kembali materi di kelas sebelumnya agar tidak ada yang lupa.
Singapore
Flyer yang berada di Singapura merupakan wahana kincir angin tertinggi nomor
dua di dunia. Wahana ini mempunyai ketinggian 165 meter dari permukaan tanah
dan panjang jari-jari 75 meter. Untuk naik wahana ini, diharuskan berada di
sebuah terminal yang terletak di gedung lantai tiga.
Ketinggian
kapsul Singapore Flyer dapat ditentukan menggunakan persamaan y = 15+ 75 cos
9t dengan t (menit) adalah waktu ketika wahana mulai berputar dari terminal
(dasar wahana).
Posisi ketinggian kapsul penumpang Singapore Flyer dapat dimodelkan ke bentuk persamaan trigonometri y = 15+ 75 cos 9t dengan t (menit) adalah waktu ketika wahana mulai berputar dari dasar. Lokasi ketinggian seorang penumpang setelah wahana berputar selamat t menit dapat ditentukan menggunakan limit fungsi trigonometri.
Tak
terasa pelajaran pertama pun usai.
Sekarang
adalah waktu istirahat, Karl dan Musa berjalan ke taman, mereka duduk di bawah
pohon rindang dan menikmati makanannya dengan tenang. Beberapa teman yang lain
juga ikut bergabung, mereka duduk bersama dan bercerita tentang banyak hal.
Chandra
dan Laura akan pergi ke kantin, namun ketika baru sampai di taman sekolah,
Chandra meminta Laura untuk duluan ke kantin karena dia harus kembali ke kelas.
Setelah selesai dengan urusannya, ia langsung menyusul Laura yang sudah
menunggunya di kantin.
***
Bel
masuk pun berbunyi, semua orang mulai kembali ke dalam kelas untuk memulai
pelajaran setelahnya. Pelajaran kelas XII Newton kali ini adalah fisika
oleh Pak Nasr. Sang guru pun masuk ke dalam kelas,
“Pagi
menjelang siang teman-teman semua. Apakah minggu lalu ada tugas yang Bapak
berikan? Saya lupa kelas mana yang saya beri tugas,” tanya sang guru. Anak-anak
yang belum mengerjakan tugas itu saling menatap dan menggelengkan kepalanya.
“Jangan bilang padanya kalau kelas ini yang diberi tugas,” bisik seorang anak.
“Ada
pak, minggu lalu bapak memberi kita lima soal untuk dikerjakan,” jawab Karl
yang membuat semua orang menatap nya. Ada yang pro dan kontra dengan itu, tentu
yang pro adalah orang-orang yang sudah meluangkan waktunya untuk mengerjakan
tugasnya, dan yang kontra adalah orang yang belum mengerjakan.
“Baik,
terima kasih Karl sudah diingatkan. Sekarang kumpulkan tugasnya di meja. Dan
yang belum mengerjakan, silahkan kerjakan di depan kelas, disamping meja guru. Sambil
bapak memeriksa tugas nya, kalian bebas mau ngapain aja di dalam kelas.” Karl
membuka tas nya dan hendak mengambil buku nya, dia menggaruk kepalanya dengan
bingung dan menatap kosong ke depan. Bukunya tidak ada di dalam tas. Ia
mengeluarkan semua isi tasnya dan tidak ditemukan buku fisika di dalamnya, ia
sangat yakin bukunya tidak mungkin tertinggal, ia sudah memastikannya terbawa sebelum
berangkat sekolah.
“Pak,
buku saya tertinggal,” ucap Karl pada gurunya. Tidak ada kompromisasi saat itu
meskipun ia sudah mengerjakannya, Karl juga harus mengerjakannya di depan.
Kemudian, terdengarlah bisikan orang-orang di belakang yang heran dengan kejadian
itu, beberapa ada yang menertawakannya juga. Sebagai seorang teman, Musa
membela Karl di hadapan teman-temannya kala itu “Manusia bisa saja lupa, tidak
ada yang salah dengan itu.”
Chandra
yang sudah selesai dengan tugasnya memilih untuk tidur, tak tertinggal momen ia
meledek dan menertawai Karl karena itu. Di sisi lain, ia menyadari Laura sedang
menatapnya dengan tatapan kecurigaan,
“Ada
apa dengan tatapanmu itu. Berhentilah melakukannya.”
Karena
tugas itu baru saja dikerjakan malam tadi, tentu Karl masih ingat dengan
jawabannya, ia akhirnya mengerjakan di selembar kertas. Dan ia berhasil menyelesaikannya,
dan sudah kembali ke tempat duduknya. Ia masih bertanya-tanya dimana bukunya
berada, apakah tertinggal di tempat les? Atau di atas meja belajarnya dirumah?
Pelajaran
fisika pun usai, bel pergantian mata pelajaran selanjutnya pun berbunyi, “Baik,
saya cukupkan pelajaran kali ini, tolong bangunkan teman-teman yang tertidur
itu. Terima kasih.”
Selanjutnya
pelajaran terakhir hari ini adalah pelajaran bahasa inggris. Kelas berjalan
dengan baik, hingga akhirnya waktu kepulangan tiba.
***
Siang
menjelang sore kala itu sepertinya akan turun hujan lagi, langit sudah hampir
gelap dan cukup berawan. Karl dan Musa berlari ke tempat parkiran sebelum hujan
akan turun. Karl sedikit menaikkan kecepatan motornya agar tidak kehujanan
ketika menuju tempat lesnya.
Chandra
dan Laura pun bergegas menuju tempat parkir, Laura mulai memperhatikan
sekeliling, dan ketika ia merasa situasinya aman, tanpa aba-aba ia pun langsung
menjewer telinga Chandra, “Hei! Aku tahu kamu yang melakukan itu kan? Ketika
kamu meminta untuk kembali ke kelas saat istirahat tadi, itu terdengar
mencurigakan.”
“Ya,
itu memang aku. Salah dia mengapa berani cari masalah denganku, bukunya juga
hanya kutaruh di rak buku belakang kelas,” ucap Chandra, ia meminta Laura untuk
melepaskan tangannya.
“Kamu
lupa? Bapaknya itu anggota dewan, bisa habis kamu kalau bapaknya tahu soal
ini.”
“Coba
saja. Nanti aku juga akan bilang ke ayah, bisa-bisa mereka akan dihantui setiap
hari.”
“Ayo
cepat pulang, selain langit yang semakin gelap, perkataanmu juga semakin
gelap,” seru Laura sembari menarik Chandra agar cepat sampai di tempat parkir.
Mereka
pun sampai di tempat parkir dan bergegas untuk pulang.
"
Mengingatkan
tentang tugas bukanlah tindakan melawan, tetapi tindakan peduli. Ketika kamu
mengingatkan tentang tugas, itu menunjukkan ketulusanmu untuk saling membantu
dan bersama-sama berkembang. Meski ada yang tidak mengerti, teruslah menjadi
pilar kebaikan. Jangan berhenti memberikan kontribusi positif, karena itu nilai
yang tak ternilai."