Novel | Melodi Numerik oleh Mutiara Laily (Bab 5-6)

 

Bab V

Seorang Pramuniaga


        Langit sudah semakin gelap namun hujan tak kunjung datang. Angin bertiup kencang dan daun-daun pohon bergoyang-goyang. Karl sudah sampai di tempat lesnya, syukur hujan belum turun saat itu. Ia memakirkan motornya dan segera masuk, karena belum ramai yang datang ia pun dapat memilih tempat duduk paling depan. Pada pertemuan kali ini, materi yang dibahas adalah matematika.

Kelas pertama telah usai. Karl akan mengikuti kelas kedua, dengan pelajaran yang dibahas adalah Kimia. Keadaan sore menjelang terbenamnya matahari kala itu hujan masih turun.

“Chandra, barang turun tuh, tolong kamu kesana dan cek setiap barang nya ya!” seru seorang pekerja senior.

“Sip bang!” jawab Chandra.

 Sebenarnya ia paling tidak suka ketika barang datang ketika sedang hujan, namun apa boleh buat, itu adalah kewajibannya. Chandra meraih payung dan dengan teliti ia memeriksa setiap barang yang turun. Setelah dirasa selesai, ia kembali masuk dan mulai menaruh produk-produk yang kosong di rak. Setelah memastikan setiap produk sudah terisi di rak, ia dipanggil oleh atasannya.

“Chandra, untuk produk “Susu Gajah” dan minuman “Teh Beruang” akan kami adakan diskon karena ada pergantian model kemasan. Cuci gudang agar modal bisa balik lagi. Kami adakan diskon 25% untuk setiap pembelian dua produk tersebut. Tugas kamu adalah hitung harga jualnya, lalu kamu kasih datanya ke Ronald untuk design dan print flyernya. Setelah selesai nanti, pajang di meja kasir, apakah tugas nya jelas?” Ucap seorang atasan.

“Baik Pak, jelas.”

“Silahkan segera dikerjakan dan beritahu Ronald tentang ini, malam ini harus selesai dan besok pagi sudah di pajang.”

“Baik Pak, saya izin keluar melanjutkan pekerjaan saya.” Chandra keluar dari ruangan dan pergi menuju gudang penyimpanan barang. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Ronald agar segera menemuinya. Membaca pesan itu, Ronald yang masih ada urusan diluar memintanya untuk menunggu.

“Saya merasa sangat kesal! Deadline malam ini terlalu cepat untuk tugas seperti itu,” seru Chandra sambil menonjok tangannya ke arah tembok. Sembari menunggu kedatangan Ronald yang belum selesai dengan urusannya, ia mengirimkan pesan untuk mengabari Ibunya dirumah.

 

Ibu, Chandra akan pulang sedikit larut malam ini, Ibu langsung tidur saja dan tidak usah menunggu Chandra pulang. Ibu jangan khawatir, Chandra hanya diberi tambahan pekerjaan kecil saja. Chandra juga dibantu bang Ronald untuk mengerjakan pekerjaan ini. Udah segini aja, Chandra harus kembali bekerja. Chandra sayang Ibu!

 

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, waktunya Karl pulang dari tempat lesnya. Diluar mulai turun gerimis. Khawatir akan basah kuyup karena jarak rumah Karl yang cukup jauh, gurunya menyarankan untuk membeli jas hujan di supermarket pinggir jalan. Karl mengiyakan dan mulai memacu motornya di tengah gerimis.

Karl baru menemukan supermarket setelah satu kilometer perjalanan dari tempat les, ia pun masuk dan mulai mencari rak tempat jas hujan. Karena dirasa tidak melihat dimana tempatnya, ia pun bertanya kepada salah satu pegawai supermarket. Setelah mendapatkan jas hujan yang ia inginkan, lalu ia membayar di kasir dan bergegas menuju motornya. Dengan kecepatan sedang, ia mengendarai motornya meninggalkan tempat itu.

“Sepertinya saya mendengar suara Karl, tapi buat apa dia ada disini, jarak rumah dia kan juga jauh dari sini,” batin Chandra. Ia yang sedang berada di gudang saat itu memeriksa keluar untuk memastikan, dan memang tidak ada Karl disana. “Perasaan saya saja sepertinya.”

Ronald yang menyadari itu bertanya, “Ada apa, Dra?”

“Gapapa bang, ini saya hitung dulu harga jualnya,” jawab Chandra.

 Harga asli susu gajah adalah Rp 6500,00 dan harga teh beruang adalah Rp 5000,00. Untuk menghitung diskon sebesar 25% dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

 

Diskon dalam rupiah = (% diskon * harga asli produk).

Harga produk setelah diskon = harga asli produk - diskon dalam rupiah.

 

Jadi, jika harga susu gajah Rp 6500,00 maka ketika diskon 25% menjadi:

 

Diskon = (25% * 6500)

                                        Diskon = Rp 1625,00.

Harga produk setelah diskon = 6500 – 1625

Harga produk setelah diskon = Rp 4875,00.

 

Juga sama untuk teh beruang:

 

Diskon = (25% * 5000)

                                        Diskon = Rp 1250,00.

Harga produk setelah diskon = 5000 – 1250

Harga produk setelah diskon = Rp 3750,00.

 

“Sip deh! Lanjut saya design flyernya setelah selesai nanti kita print,” jawab Ronald.

Sambil menunggu designnya selesai, ia teringat dengan tugas matematika besok. Ia berjalan menuju tas nya dan mengambil buku matematika, kemudian kembali ke gudang lagi. Ia mulai mengerjakan setiap pertanyaan, sampai di mana ia kesulitan menyelesaikannya. Lantas ia menanyakan kepada Ronald, “Bang, saya ada tugas matematika nih, bantuin dong.” Ronald menoleh kearahnya dan berkata, “Saya tidak pandai sewaktu sekolah dulu, saya lemah dalam bidang akademik, karena saat itu saya hanya tertarik dengan bidang seni. Namun, ibu saya tidak mengizinkan. Itulah mengapa saya tidak belajar dengan serius ketika di sekolah. Kamu harus belajar dengan serius, Chandra. Jangan jadi seperti saya.”

Ronald pun kembali melanjutkan pekerjaannya.

Dan Chandra, ia mencoba untuk mengerjakannya lagi. Setelah beberapa saat ia mengerjakan, ada beberapa nomor yang tidak mampu ia kerjakan. Ia memilih jalan instan. “Hei Laura! bolehkah aku meminta jawaban matematika nomor 4-5? Aku tidak menemukan jawabannya, sepertinya cara yang kutulis salah.” Membaca pesan itu, kemudian Laura memfoto hasil jawabannya.

Ketika waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam, semua pekerjaan telah selesai dan sudah berganti shift. Chandra bergegas pulang dengan motor miliknya. Tak terlewat, ia juga berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya.

Malam itu, angin bertiup kencang dan langit gelap gulita. Langit malam, seperti kanvas hitam yang tak terbatas yang dihiasi dengan berlian bercahaya. Suaranya adalah harmoni malam yang penuh keajaiban: kicauan jauh burung hantu, desiran lembut daun-daun yang ditiup angin.

Chandra menepikan motornya untuk membeli sebungkus minuman teh ginseng langganan ibunya, ia hberinisiatif membelikan.

“Bang, teh ginseng satu, ya!”

“Bungkus atau minum di sini?” tanya penjual.

“Bungkus, Bang.”

Setelah selesai memesan, ia berjalan menuju motornya yang terparkir. Dalam keadaan hati-hati, Chandra kembali mengemudikan motornya di tengah gerimis, ia berusaha menjaga keseimbangan di antara genangan air di jalanan.

 

🎶

 

But I crumble completely when you cry

It seems like once again you've had to greet me

with goodbye

I'm always just about to go and spoil a surprise

Take my hands off of your eyes too soon

 

I'm going back to 505

If it's a seven-hour flight or a 45-minute drive

In my imagination, you're waiting lying on your side

With your hands between your thighs and a smile

 

Sampailah ia di rumah, saat akan masuk ke dalam, ia melihat Ibunya sudah terlelap diatas bangku ruang depan karena menunggunya pulang. Chandra membangunkan ibunya itu agar pindah ke kamar. Ia pun segera masuk ke kamarnya dan akan mandi, kemudian menyantap makan malam yang telah dimasakkan Ibunya. Mengingat tadi ia membelikan minuman teh ginseng, lantas ia memasukkannya kedalam kulkas agar bisa dipanaskan besok pagi.

“Di dalam kulkas ada teh ginseng kesukaan Ibu, jika di pagi hari ibu lihat ini, langsung dipanaskan saja ya Bu,” tulis Chandra dalam sebuah kertas notes dan ia langsung bergegas menuju kamar nya. Tak memakan waktu lama, ia sudah terlelap dalam tidurnya.

Pagi tiba, sinar matahari mulai menyapa bumi. Udara masih segar dan sejuk. Chandra membuka jendela kamarnya dan merasakan angin pagi yang menyejukkan. Ketika ia keluar dari kamarnya, ia menyadari bahwa Ibunya sudah pergi bekerja. Betapa nyenyak tidurnya malam itu hingga ia tak sadar Ibunya sudah pergi meninggalkan rumah. Ia pun langsung pergi mandi.

Saat melewati dapur, ia melihat pada kulkas bahwa Ibunya membalas notes yang ia tulis semalam, “Terima kasih untuk teh ginsengnya, Ibu suka sekali. Pagi ini Ibu harus berangkat lebih pagi, maaf tidak memberitahumu lebih dulu. Kamu sarapan di luar ya, uangnya sudah ibu taruh di atas kulkas. Semangat menjalani hari ini, belajar dengan baik di sekolah. Ibu sayang Chandra.”

Hatinya terasa amat bahagia ketika Ibunya selalu berada di sisinya. Ibu adalah hal paling berharga yang dimilikinya sekarang. Ia mengambil pulpen dan membalas notes dari Ibunya, “Siapp bos!!”

        Ia bergegas ke kamar mandi, setelah selesai kemudian ia mengenakan seragam yang telah disiapkan sebelumnya. Ia berkaca untuk merapikan rambut dan penampilannya. Kemudian ia meninggalkan rumah menuju sekolah dengan motornya.

 

credit pearlail.blog

Tak terasa sebentar lagi akan sampai di sekolah, ia memikirkan apa yang akan ia makan pagi ini. Melewati penjual nasi uduk, ia menginginkannya. Melewati penjual ketoprak, ia juga menginginkannya.

Sampailah ia di depan gerbang sekolah, ia melihat Karl berjalan di depannya. Karena ia dikenal karena kejahilannya, ia ingin berpura-pura akan menabraknya.

Kemarahan seseorang adalah sebuah kepuasan dalam hatinya. “Tapi tidak kena dirimu, kan?” perkataan itu cukup membuat Karl emosi pagi itu. Lantas ia berlari menghindari serangan Karl dan pergi menuju penjual bubur ayam, ia akan sarapan bubur ayam sama seperti kemarin.

“Bang, bubur ayam nya human grade gak? Jika bukan, saya mau beli makanan yang lain aja.” Pertanyaan pembuka yang dilontarkan Chandra kepada penjual bubur ayam yang membuat sang penjual menatap bingung.

“Lah, apa hubungannya bro?”

“Ini bubur ayam kan, Bang? Memangnya manusia boleh makan juga?”

“Ya boleh. Kemarin kan kamu makan juga. Dinamakan bubur ayam karena dibuatnya kan memang dari ayam.”

“Ohh, ayamnya kok bisa sampai jadi bentuk bubur gitu?”

“Ayam cuma buat toppingnya aja, bubur itu kan terbuat dari beras yang dimasak dengan air yang banyak jadi bentuknya bisa jadi bubur gitu.” Penjual itu menghela napasnya, harap itu adalah pertanyaan terakhir yang dilontarkan.

“Jika yang mendominasi adalah beras, mengapa tidak dinamakan bubur beras saja.”

“Jadi mau beli?” ucap penjual dengan wajah masam.

Human grade kan bang?” Chandra semakin menguji kesabaran penjual itu.

“IYAAAA,” jawab si penjual yang kesabarannya sudah menipis. Chandra puas tertawa karena melihat wajah kesal penjual bubur ayam itu. Chandra akhirnya jadi sarapan bubur ayam pagi itu, meskipun jalannya dipersulit olehnya sendiri, ia menikmati setiap suapannya dengan penuh nikmat.


Bab VI

Ketika Ego Mendominasi


        Pada pagi itu hari itu, kelas XII Newton akan memulai pembelajaran dengan pelajaran matematika oleh Pak Afandi, dengan bab yang dibahas adalah “Statistika”. Karl sangat menyukai bab ini, ia juga berencana akan mengambil jurusan statistika ketika ia masuk ke perguruan tinggi nanti. Ia bercita-cita ingin menjadi Data Analyst suatu Perusahaan, ia berusaha keras untuk bisa diterima di jurusan Statistika. Namun, pilihannya itu berbeda pendapat dengan Papanya yang mengharapkan Karl untuk mengikuti jejaknya dalam bidang politik.

            “Pagi teman-teman semua. Pada pagi kali ini saya akan membuatkan kelompok untuk tugas presentasi,”

            Anak-anak kelas mulai memanggil temannya yang mereka rasa pintar, dan si anak yang dianggap kurang dalam hal akademis, terbiasa menjadi anak buangan. Karl selaku ketua di kelasnya, mengusulkan untuk dipilihkan saja terkait kelompoknya.

“Pak, sepertinya lebih efektif jika kelompoknya ditentukan oleh Bapak saja, agar lebih adil pembagiannya.” Pak Afandi menyetujui hal itu.

            “… Selanjutnya kelompok 4 yaitu Karl, Chandra, dan Laura,” terang Pak Afandi. Teman sebangku tersebut saling menatap tajam satu sama lain.

Sebenarnya yang paling terganggu akan hal ini adalah Laura, bagaimana tidak dia harus selalu menyaksikan keributan kedua anak ini. “Mengapa harus kamu yang menjadi teman kelompok saya.”

            Kelompok 4 berkumpul di satu titik kelas dan mulai mendiskusikan tentang materinya. Di dalam kelompok, Karl cenderung mengabaikan pendapat dan ide-ide dari anggota kelompoknya. Dia merasa bahwa ide-idenya lebih unggul dan kurang menghargai kontribusi dari anggota lainnya.

Ketika pembagian masing-masing tugas, Karl mengarahkan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kurang menantang, sementara dia sendiri mengambil peran yang lebih dominan dalam bagian yang dianggapnya lebih penting.

Merasa tidak puas dengan itu, Chandra tidak setuju dengan apa yang Karl lakukan. “Hei Karl! apakah ini tugasmu sendiri? Lalu bagaimana dengan kelompok yang kau suarakan di depan kelas tadi. Dalam kelompok itu haruslah ada sebuah kesepakatan, jika hanya kamu yang berperan di sini, buatlah saja kelompok sendiri.”

            “Saya tahu yang terbaik untuk kelompok ini. Niat baik dari saya itu juga untuk membantumu, membantu menaikkan nilaimu. Memangnya kamu tidak mau mengambil kesempatan emas ini.” Seketika kelompok mereka mengambil alih perhatian anak-anak kelas.

            “Haha! Tahu apa kamu soal nilai saya. Lalu, kesempatan emas? Jadi, disini saya harus berbuat apa untuk membalas kebaikanmu itu.” Chandra menatapnya sinis, seakan ia sudah siap menyerang lawannya.


credit pearlail.blog

“Saya tidak tahu tentang nilaimu, yang mungkin lebih rendah dari nilai saya.” 

Dengan gerakan Chandra yang cepat dan lincah, ia menggiring Karl ke arah sudut tembok kelas. Karl berusaha menahan serangan-serangan Chandra, tetapi terdesak oleh kekuatan dan kecepatan lawannya.

            Teman-teman lain yang melihat perkelahian itu segara melerainya. Tak ada yang bisa memisahkan mereka sampai gurunya sendiri yang turun tangan.

Chandra, yang kini terduduk di depan tembok, menatap lawannya dengan tatapan penuh kemarahan dan ketidakpuasan. Laura menariknya keluar dari kelas.

Chandra tak terluka apapun dalam perkelahian itu, fisiknya memang jauh lebih kuat dari Karl. Bagaimana tidak, ia setiap hari harus mengangkat beban berat saat bekerja di supermarket yang membuat ototnya dilatih setiap hari.

Jika dibandingkan dengan Chandra, Karl terluka di bagian bibirnya dari perkelahian itu, ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkannya. Kaca kamar mandi membuat Karl tersadar bahwa ia benar-benar kacau saat itu. Seragamnya sudah tak beraturan hingga terdapat noda darah di bajunya, dia benar-benar kacau saat itu.

Ketika sedang membersihkan diri di wastafel, terdengar suara langkah kaki menuju kamar mandi, Karl bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Rupanya, teman kelas Karl yang masuk ke sana, terdengar mereka sedang membahas tentang kejadian tadi, Karl yang sedang di dalam kamar mandi menyimak obrolan mereka.

“Kalian lihat tadi? Karl terpukul jauh ketika Chandra mendorongnya. Dia anak yang lemah,” seru seorang anak.

“Saya merasa puas ketika Chandra akhirnya menonjok anak itu.”

“Kalian tahu? Dia kan anak pungut. Dia dipungut dari panti asuhan oleh bapaknya itu. Kalau bapaknya bukan anggota dewan, sudah saya bully dari dulu karena sifat angkuhnya.”

“Rumornya sih, Bapaknya mau lebih dikenal sama orang-orang karena adopsi anak dari panti asuhan.”

Karl keluar dari dalam kamar mandi dan berjalan keluar melewati mereka seakan dia tidak mendengar apapun. Reaksi mereka cukup terkejut dan mereka memalingkan wajahnya dari pandangan Karl.


Pearl Lail

Suka menulis, ingin menjadi astronot.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama