Novel | Melodi Numerik oleh Mutiara Laily

 




Bab I

Permulaan Cerita


            Senin pagi yang cerah, suasana hiruk-pikuk perkotaan dipadati oleh orang-orang yang akan menuju sekolah atau tempat kerja mereka. Senyum merekah di wajah-wajah mereka, namun juga ada yang menampakkan kesedihan di wajah mereka. Karl berangkat lebih awal ke sekolah untuk menghindari kemacetan, saat sampai di sekolah lantas ia memakirkan motornya dan mulai berjalan menuju kelas.

Karl Achenwall. Seorang murid pintar nan tampan yang cukup populer di sekolah nya. Tak heran jika banyak dari siswi yang menyukainya. Karl anak yang pandai bergaul, sehingga tak sedikit yang menjadi temannya.

Karena banyaknya privilege yang ia dapatkan, kerap kali ia bertindak sedikit kejam dan juga egois. Anak pintar memang selalu memiliki sifat itu bukan?

Ketika ia sedang berjalan menuju ruang kelasnya, sebuah motor melaju kencang dan hampir menyerempet Karl yang sedang berjalan di bahu jalan. Dengan perasaan kesalnya, ia menghampiri orang tersebut dan menegurnya.

“Hei! bisakah sedikit lebih pelan saat mengendarai motor? Itu hampir mengenai saya,”

“Itu salahmu, mengapa kamu memilih untuk berjalan disana,” lontar Chandra.

“Lalu, saya harus berjalan dimana?!”  lirih Karl dengan perasaan kesal, lantas ia memilih untuk tidak meladeni makhluk itu dan bergegas menuju kelas.

Prasanta Chandra. Teman sekelas Karl. Chandra memang tidak sepintar Karl, namun masalah ketampanan bisa diadu. Ia juga tak kalah populer dibanding Karl, bedanya dia terkenal karena sifat menyebalkannya. Anak yang dikenal menyebalkan ini ternyata juga menyimpan banyak kisah pilu dalam hidupnya.

Sudah tergambar bagaimana hubungan pertemanan mereka berdua.


Bab II

Teman Sebangku

 

          Mata pelajaran pertama pagi ini adalah matematika, dengan bab yang akan dibahas yaitu Dimensi Tiga. Bab yang sering dibahas sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, namun kali ini pembahasannya lebih kompleks dan murid diharuskan untuk berimprovisasi saat mengerjakan beberapa soal-soalnya. Karena soal-soal yang tertera di buku terkadang tidak dijelaskan pada materi yang disediakan, dan berujung mencari kunci jawaban ketika sudah buntu. Meskipun bab itu terdengar sulit, tapi tidak untuk seorang Karl.

Karl mengeluarkan buku catatannya serta bolpoin dan mulai mencatat materi matematika yang akan dibahas ketika pelajaran nanti. Tak lupa, ia memasang earphone dan mendengar video materi sambil menunggu bel berbunyi, itu akan mempermudah memahami materinya.


Terkadang, matematika yang rumit memiliki jawaban yang sederhana. Seiring bertambahnya pikiran sulit di kepalamu, semakin sulit juga ilmu itu dipelajari. Jadi, ketika kamu berminat dalam suatu bidang, jangan tinggalkan bidang itu kecuali kamu sudah mahir.


Upacara pada pagi hari itu pun usai. Chandra yang sudah datang bersamaan dengan Karl baru masuk ke dalam kelas saat upacara selesai.

Rolling tempat duduk yang dilakukan setiap minggu membuat Chandra harus duduk sebangku dengan Karl untuk minggu ini. Karl yang juga sibuk dengan catatan yang sedang ia tulis tidak memerdulikan hal itu, begitupun Chandra yang membisu sejak awal.

Pak Afandi selaku guru matematika mulai mengetuk pintu dan masuk untuk memulai pelajaran pagi itu.

“Selamat pagi teman-teman sekalian. Bagaimana kabar kalian pagi ini?”

“Pagi pak.”

“Ngantuk pak. Pagi-pagi sudah disuguhi dengan matematika, free class aja pak,” seru beberapa murid.

“Ayo semangat! masih pagi, otak kalian masih segar untuk menerima pelajaran baru. Bangunkan teman-teman kalian yang sudah tenggelam dalam mimpi itu.”

Karl menyadari teman di sampingnya sudah memejamkan mata, lantas ia menyenggolnya. “Saya tidak tidur, saya sedang berdoa,” jawab Chandra. “Alasan saja, memangnya ada cara berdoa seperti itu.”

“Haruskah turun wahyu tentang cara saya berdoa agar kamu mau percaya? Awali pagimu dengan pikiran positif, Karl,” Karl menghela napasnya. Semakin direspon, akan semakin membuang waktu. Memang lebih baik mengalah saja. Pagi itu materi matematika yang akan dibahas adalah subbab “Kedudukan garis, titik, dan bidang”.

Dalam pertandingan sepak bola dikenal istilah kick off atau tendangan pembuka. Kick off merupakan tendangan pertama sebagai tanda dimulainya pertandingan sepak bola. Kick off dimulai ketika wasit telah meniupkan peluitnya. Perhatikan posisi bola sebelum dilakukan kick off. Bola diletakkan di titik tengah pada garis tengah lapangan.

Dalam matematika, letak bola tadi disebut sebagai titik, garis tengah dan garis-garis pada lapangan sebagai garis, dan lapangan sebagai bidang. Sebelum kick off. bola terletak pada garis lapangan. Ini menggambarkan titik terletak pada garis dan juga titik terletak pada bidang. Pada saat bola ditendang melambung, bola tidak lagi terletak pada garis lapangan dan juga tidak terletak pada bidang lapangan. Kejadian tersebut menggambarkan kedudukan titik, garis, dan bidang.

Pak Afandi menulis di papan tulis, “Kedudukan titik terhadap garis itu ada yang terletak pada garis dan ada yang terletak di luar garis. Begitupun dengan kedudukan titik terhadap bidang. Kemudian kedudukan garis terhadap garis lain, yaitu dua garis berpotongan, dua garis sejajar, dan dua garis bersilangan.”

Suasana kelas pagi itu hening sekali, beberapa murid terlihat sudah terlelap dalam tidurnya, dan Chandra terlihat semakin khusyu’ dalam berdoa hingga kepala nya sudah berada di atas meja. Sang guru pun tetap melanjutkan penjelasannya, dan Karl masih fokus memperhatikan dan mencatat materinya. 



credit pearlail.blog

Setelah dirasa cukup penjelasan darinya, ia menuliskan beberapa pertanyaan di papan tulis dan memberikan waktu untuk muridnya mengerjakan. Juga ia memerintahkan muridnya untuk maju dan menjawab soalnya di papan tulis.

Menit-menit pun berlalu, Karl sudah mengerjakan semua soal-soalnya, berbeda dengan Chandra yang masih terlarut dalam doa khusyu’ nya. Karena dirasa waktunya sudah cukup untuk mengerjakan soal-soal, Pak Afandi pun mulai memanggil nama-nama yang dipilih untuk mengerjakan di papan tulis. Orang yang pertama dipanggil untuk maju adalah Musa Al-Khawarizmi, sahib Karl yang tak kalah pintar dari nya.

Sebelum maju untuk mengerjakan, Musa memastikan jawabannya itu kepada Karl, “Karl, apakah jawabannya adalah ‘garis k sejajar dengan garis g dan memotong garis h’, itu jawaban yang kutahu.” Tanya Musa. “Maaf Musa, aku belum selesai mengerjakannya.”

Musa maju menjawab pertanyaan di papan tulis dan ia menjawab dengan benar. Kemudian giliran orang setelahnya yang dipanggil, kali ini Pak Afandi memilih orang yang sejak awal terlihat tidak fokus dengan pelajarannya ,

“Selanjutnya, Prasanta Chandra,” seru Pak Afandi. Mendengar ucapan gurunya, Chandra terbangun dari doa nya yang khusyu’ itu, ia yang sedari tadi tidak memperhatikan pelajaran merasa gemetar ketika nama nya dipanggil.

“Hei Karl! bantu saya,”

“Sepertinya kamu harus menunggu wahyu itu turun agar kamu bisa mendapat jawabannya,” ledek Karl.

Karena tidak mendapat jawaban dari Karl, ia meminta jawaban kepada teman yang lain. Lebih tepatnya dia merampas buku milik temannya. Pemilik buku itu tidak memiliki keberanian untuk melawan Chandra.

Chandra pun maju dengan pasrah, dan nasib baik jawaban nya itu benar. Ia kembali ke tempat duduknya. Teringat beberapa saat yang lalu Karl tidak memberikannya jawaban, ia kesal dengan sikap nya tersebut, ia pun menyenggol lengan Karl yang sedang menulis dan membuat catatannya tercoret,

”Eh, sengaja banget, kenapa sih?” gumam Karl.

“Itu salahmu, mengapa kamu memilih untuk duduk disini, mengapa kamu menulis ketika saya sedang melewatimu, mengapa kamu tidak menyingkir ketika saya lewat, mengapa…”

“Pindah saja sana!” sambung Karl sembari memukul kepala Chandra dengan botol minum miliknya.

“DUHH!” seru Chandra.


***


Pelajaran matematika pun selesai. Sekarang adalah waktunya istirahat. Chandra yang sudah muak sedari tadi dengan pelajaran dan juga teman sebangkunya, ia langsung bergegas keluar kelas bersama Laura, sahibnya, untuk pergi ke kantin.

Kemudian salah satu teman kelasnya ingin menitip sebotol minuman pada Chandra yang akan pergi ke kantin, “Hei, Chandra.  Saya minta tolong belikan satu botol minuman bersoda, saya sedang mengerjakan tugas yang tidak bisa ditinggal.”

“Beli saja sendiri. Terlalu sering menitip pada teman dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Itu dapat menyebabkan kecanduan dan mengganggu keseimbangan hidup. Itu juga akan berdampak pada sendi-sendi didalam tubuhmu yang tidak dapat bekerja secara efektif karena kamu malas untuk berjalan ke kantin. Botol minuman itu juga akan meningkatkan jumlah sampah plastik, bayangkan jika bumi sudah kelebihan sampah plastik, itu akan…”

“Sudahlah, Chandra. Perkataanmu sudah diluar jangkauan,” seru Laura sembari menarik lengan Chandra untuk segera ke kantin.

Temannya itu menghela napas panjang setelah mendengar jawaban dari Chandra, dan teman lain sampai tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan itu,

“Jika tidak mau dititipkan, tinggal jawab tidak mau saja, mengapa dibuat rumit.”


***


Karl dan Musa berjalan menuju taman dan memilih tempat duduk di bawah pohon rindang yang teduh, kemudian mereka memakan bekal yang dibawa dari rumah sembari membahas program kerja selanjutnya sebagai OSIS. Musa membuka bungkus roti yang ia bawa dan terlihat tanggal kadaluarsa dari roti tersebut, “Penentuan tanggal kadaluarsa ini kira-kira menggunakan penerapan matematika apa ya?” tanya Musa.  

“Klik-klik” keyboard terdengar dari handphone milik Karl.

“Itu menggunakan konsep limit. Contoh penerapan limit yaitu pada saat membeli produk pangan tertera batas tanggal kadaluarsa. Hal tersebut sering dianalogikan dengan pengertian limit. Limit fungsi merupakan suatu batas yang menggunakan pendekatan fungsi atau nilai yang didekati suatu fungsi saat suatu titik mendekati nilai tertentu. Sebuah fungsi mempunyai variabel dimana jikka disubstitusi suatu bilangan maka akan menghasilkan nilai tertentu. Materi ini dapat diaplikasikan pada perhitungan-perhitungan dalam teknologi pangan, mulai dari pascapanen, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan,” jawab Karl.

“Wah, tidak terpikirkan itu akan menggunakan konsep limit,”

“Benar, padahal kita sudah mempelajari babnya,” sambung Karl. Mereka pun makan dengan tenang dan saling bercerita tentang banyak hal.


***


Bel masuk pun berbunyi, seluruh siswa dan siswi bergegas menuju kelas masing-masing untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Untuk kelas XII Newton, kelas Karl, akan dimulai pelajaran kimia. Pelajaran dimulai dengan Bab “Sifat Koligatif Larutan”.

“Hei Chandra, sepertinya bel sudah berbunyi,” sahut Laura.

“Sebentar, aku belum selesai dengan makanan ini,” jawab Chandra dengan mulut yang penuh dengan makanan.

“Cepat habiskan,” seru Laura.

“Laura, makan terburu-buru itu dapat mempengaruhi sistem pencernaan, bayangkan saja jika lambungku yang sedang mencerna makanan tiba-tiba berpindah posisi karena harus berlari ke kelas sekarang. Dan perjalanan makanan yang seharusnya dari lambung ke usus halus kini berubah menjadi usus kasar disebabkan oleh pergejolakan di perutku.”

“Aku berubah pikiran, kita tidak akan ke kelas sekarang, mungkin aku harus membawamu ke UKS, sepertinya akalmu bermasalah,” sahut Laura.

“Ha-hah?”

“Aku duluan, terserah mau ikut atau tidak. Biarkan saja lambungmu berpindah posisi, dan usus halusmu berubah menjadi usus kasar, sekalian biar cocok dijadikan tumbal proyek,” ia pun berlari menuju kelas meninggalkan Chandra sendiri di kantin. Untung saja gurunya belum masuk kelas.

“Hei! yang piket hapus papan tulisnya sekarang!” seru salah seorang murid. Karl selaku ketua di kelasnya mulai memanggil nama yang piket untuk menghapus tulisan di papan tulis, kemudian salah seorang temannya berkata, “Hei Karl! Kamu hari ini juga piket, hapuslah papan tulis itu.” Karl enggan melakukannya, “Ketua kelas punya hak untuk mengatur bagaimana kelas berjalan. Kalian saja yang menghapus.”

Guru kimia pun tiba di kelas. Bu Ratih membuka pelajaran pagi itu dengan mengabsen anak-anak di kelas, hingga sampailah pada nama Prasanta Chandra. Tidak ada yang menyahuti ketika dipanggil Namanya, yang berarti dia belum hadir di kelas. Laura selaku teman dekat Chandra ditanya oleh sang guru di mana keberadaan Chandra, Laura beralasan tidak tahu karena ia pergi duluan ke kelas. Jika ia membeberkan Chandra masih makan di kantin, itu akan menambah masalah baru bagi Chandra.

Beberapa menit berlalu, Chandra pun tiba di kelas, “Darimana saja kamu, Chandra, kok baru sampai di kelas sekarang,” tanya Bu Ratih.

“Saya habis dari UKS bu,” jawab Chandra.

“Kamu sakit?” tanya Bu Ratih.

“Bukan bu, saya Chandra,” jawab Chandra yang membuat seisi kelas tertawa terbahak-bahak karena kelakuan nya. Hanya beberapa orang yang paham dengan lelucon itu.

“Ohh, beneran sakit ini, jangan lupa minum obatnya ya,” sambung Bu Ratih, dan Chandra pun langsung menuju ke tempat duduknya.

Kelas dimulai. Bu Ratih memulai dengan pertanyaan tentang empat musim apa saja yang ada di negara-negara yang terletak jauh dari garis khatulistiwa, muridnya diminta untuk menjawab pertanyaan itu. “Musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi,” jawab Karl. “Ya, benar sekali Karl.” Negara yang jauh dari garis khatulistiwa itu mengalami musim panas, musim gugur, musim dingin, dan juga musim semi. Saat musim dingin tiba, jalan-jalan akan ditutupi oleh salju, karena itu banyak kendaraan tergelincir sehingga perlu dibersihkan.

“Sebenarnya ada enam musim bu, ditambah dengan musim buah dan musim hujan,” sambung Chandra.

“Ibu baru dengar tentang itu, namun tambahan kedua musim itu tidak berkaitan dengan bab yang akan kita bahas sekarang, Chandra,” tangkas Bu Ratih.

“Itu ada di upin-ipin bu,” seru teman yang lain dengan gelak tawa.

Sudah cukup tertawanya, Bu Ratih kembali melanjutkan. Jadi, salah satu cara membersihkannya adalah menamburkan garam CaCl2 di jalan. Penaburan garam tersebut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku air hingga di bawah suhu 0 derajat celcius. Akibatnya, lapisan salju akan mencair. Penurunan titik beku dari kutipan cerita itu merupakan salah satu jenis sifat koligatif larutan.

Suasana kelas hening, terlihat beberapa anak sudah menaruh kepalanya diatas meja. Karl tetap fokus dengan pelajaran yang disampaikan sambil mencatatnya. Begitupun teman sebangkunya, yang juga terlihat sedang mencatat materinya. Damai sekali mereka sedang akur.

Jumlah zat terlarut dalam larutan memengaruhi beberapa sifat larutan, yaitu titik didih larutan, titik beku larutan, tekanan uap, dan tekanan osmotik larutan, Sifat-sifat tersebut disebut sifat koligatif larutan. Jadi, sifat koligatif larutan adalah sifat yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut, tetapi tidak bergantung pada jenis partikelnya. Bertambah atau berkurangnya zat terlarut mengubah sifat koligatif tersebut.

“Kalau penaburan garam pada awan untuk membuat hujan buatan, itu termasuk sifat koligatif larutan, Bu?” tanya Karl.

“Pertanyaan yang bagus Karl. Hujan buatan adalah suatu teknologi yang digunakan untuk memicu terjadinya hujan dengan cara mengubah sifat fisika awan. Salah satu contoh penerapan sifat koligatif larutan pada hujan buatan adalah dengan menambahkan garam dapur (NaCl) atau kalsium klorida (CaCl2) ke dalam awan. Kedua zat tersebut memiliki sifat higroskopis yang baik dan mudah diakses, sehingga dapat membantu awan berkondensasi dan memicu terjadinya hujan. Apakah sudah jelas, teman-teman semua?”

“Jelas Bu,” jawab beberapa anak.


***


Pelajaran kimia pun usai. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran PJOK oleh Bu Asmi. “Bu, materi aja jangan praktek, diluar panas Bu,” seru anak-anak perempuan di kelas.

“Hari ini jadwal pengambilan nilai lari cepat ya anak-anak,” jawab Bu Asmi.

Karl baru datang dari ruang ganti baju, dan tidak mendengar perkataan Pak Nasr tadi, ia pun bertanya kepada Chandra,

“Hari ini katanya akan pengambilan nyawa, Karl,” jawab Chandra.

Bertanya ke orang yang salah, botol minum pun lagi-lagi melayang ke kepala Chandra. Ia meringis kesakitan, “Love language nya memang physical attack ya?!” Karl pun pergi menghampiri Musa dan bertanya kepadanya.

Bu Asmi mengarahkan anak-anak kelas XII Newton ke lapangan dan melakukan pemanasan. Pengambilan nilai semakin lama karena menunggu anak-anak perempuan sampai di lapangan, karena mereka sedang memakai sunscreen juga body lotion agar aman ketika terpapar sinar matahari. Ternyata bukan hanya anak-anak perempuan yang belum sampai di lapangan, Chandra juga belum terlihat eksistensinya.

Chandra pun sampai di lapangan bersama dengan Laura. Beberapa teman menyoroti wajah Chandra yang nampak berbeda,

“Eh, kamu pakai sunscreen juga, Chandra?” tanya seorang anak dan perhatian teralihkan ke wajah Chandra yang membuatnya semakin percaya diri menunjukkannya.

“Hmmm, dipakaikan Laura tadi, terlihat semakin tampan bukan?” jawab Chandra dengan tingkat kepercayaan dirinya yang tinggi.

“Seperti perempuan saja,” seru beberapa anak dengan gelak tawa.

Bu Asmi kemudian memulai pengambilan nilai, yang pertama bertanding adalah Karl Achenwall vs Prasanta Chandra. Chandra sangat yakin bahwa ia akan mengalahkan Karl, karena dia cukup payah di pelajaran olahraga. Benar saja, baru beberapa meter berlari, Karl sudah terjatuh karena tersandung batu didepannya. Itu membuat hidungnya cedera sampai mengeluarkan darah. Mengetahui itu, Chandra tetap melanjutkan pertandingan sampai garis finish tanpa memerdulikan kondisi lawannya.

Karl dibawa ke UKS untuk dilakukan penanganan. Cukup lama hingga akhirnya darah itu berhenti keluar dari hidungnya. Lalu datanglah seorang pria dewasa dengan postur tubuh besar ke dalam ruangan UKS dan menghampiri Karl, kemudian ia menyuruh teman-teman disana keluar dari ruangan tersebut.

“Tuan, bagaimana rasanya sekarang? Apa kita harus ke rumah sakit,” pungkas pria itu.

“Tidak perlu, saya sudah lebih baik sekarang. Bagaimana kau bisa tahu tentang ini?”

“Gurumu menelepon Pak Bos, dan ia menyuruh saya datang kesini menemuimu,”

“Dia tidak benar-benar peduli, hanya mencari perhatian saja pada guru-guru di sini,” batin Karl.


Bab selanjutnya: https://pearlail.blogspot.com/2024/07/novel.html

Pearl Lail

Suka menulis, ingin menjadi astronot.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama