Bab I
Permulaan Cerita
Karl
Achenwall. Seorang murid pintar nan tampan yang cukup populer di sekolah nya.
Tak heran jika banyak dari siswi yang menyukainya. Karl anak yang pandai bergaul,
sehingga tak sedikit yang menjadi temannya.
Karena
banyaknya privilege yang ia dapatkan, kerap kali ia bertindak sedikit
kejam dan juga egois. Anak pintar memang selalu memiliki sifat itu bukan?
Ketika
ia sedang berjalan menuju ruang kelasnya, sebuah motor melaju kencang dan
hampir menyerempet Karl yang sedang berjalan di bahu jalan. Dengan perasaan kesalnya,
ia menghampiri orang tersebut dan menegurnya.
“Hei!
bisakah sedikit lebih pelan saat mengendarai motor? Itu hampir mengenai saya,”
“Itu
salahmu, mengapa kamu memilih untuk berjalan disana,” lontar Chandra.
“Lalu,
saya harus berjalan dimana?!” lirih Karl
dengan perasaan kesal, lantas ia memilih untuk tidak meladeni makhluk itu dan
bergegas menuju kelas.
Prasanta
Chandra. Teman sekelas Karl. Chandra memang tidak sepintar Karl, namun masalah
ketampanan bisa diadu. Ia juga tak kalah populer dibanding Karl, bedanya dia
terkenal karena sifat menyebalkannya. Anak yang dikenal menyebalkan ini
ternyata juga menyimpan banyak kisah pilu dalam hidupnya.
Sudah
tergambar bagaimana hubungan pertemanan mereka berdua.
Bab II
Teman Sebangku
Mata
pelajaran pertama pagi ini adalah matematika, dengan bab yang akan dibahas
yaitu Dimensi Tiga. Bab yang sering dibahas sejak sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas, namun kali ini pembahasannya lebih kompleks dan murid diharuskan
untuk berimprovisasi saat mengerjakan beberapa soal-soalnya. Karena soal-soal
yang tertera di buku terkadang tidak dijelaskan pada materi yang disediakan,
dan berujung mencari kunci jawaban ketika sudah buntu. Meskipun bab itu terdengar
sulit, tapi tidak untuk seorang Karl.
Karl mengeluarkan buku catatannya serta bolpoin dan mulai mencatat materi matematika yang akan dibahas ketika pelajaran nanti. Tak lupa, ia memasang earphone dan mendengar video materi sambil menunggu bel berbunyi, itu akan mempermudah memahami materinya.
“Terkadang, matematika
yang rumit memiliki jawaban yang sederhana. Seiring bertambahnya pikiran
sulit di kepalamu, semakin sulit juga ilmu itu dipelajari. Jadi, ketika kamu
berminat dalam suatu bidang, jangan tinggalkan bidang itu kecuali kamu sudah
mahir.”
Upacara
pada pagi hari itu pun usai. Chandra yang sudah datang bersamaan dengan Karl baru
masuk ke dalam kelas saat upacara selesai.
Rolling
tempat duduk yang dilakukan setiap minggu membuat Chandra harus duduk sebangku
dengan Karl untuk minggu ini. Karl yang juga sibuk dengan catatan yang sedang ia
tulis tidak memerdulikan hal itu, begitupun Chandra yang membisu sejak awal.
Pak
Afandi selaku guru matematika mulai mengetuk pintu dan masuk untuk memulai pelajaran
pagi itu.
“Selamat
pagi teman-teman sekalian. Bagaimana kabar kalian pagi ini?”
“Pagi
pak.”
“Ngantuk
pak. Pagi-pagi sudah disuguhi dengan matematika, free class aja pak,”
seru beberapa murid.
“Ayo
semangat! masih pagi, otak kalian masih segar untuk menerima pelajaran baru.
Bangunkan teman-teman kalian yang sudah tenggelam dalam mimpi itu.”
Karl
menyadari teman di sampingnya sudah memejamkan mata, lantas ia menyenggolnya. “Saya
tidak tidur, saya sedang berdoa,” jawab Chandra. “Alasan saja, memangnya ada
cara berdoa seperti itu.”
“Haruskah
turun wahyu tentang cara saya berdoa agar kamu mau percaya? Awali pagimu dengan
pikiran positif, Karl,” Karl menghela napasnya. Semakin direspon, akan semakin membuang
waktu. Memang lebih baik mengalah saja. Pagi itu materi matematika yang akan
dibahas adalah subbab “Kedudukan garis, titik, dan bidang”.
Dalam
pertandingan sepak bola dikenal istilah kick off atau tendangan pembuka.
Kick off merupakan tendangan pertama sebagai tanda dimulainya
pertandingan sepak bola. Kick off dimulai ketika wasit telah meniupkan
peluitnya. Perhatikan posisi bola sebelum dilakukan kick off. Bola
diletakkan di titik tengah pada garis tengah lapangan.
Dalam
matematika, letak bola tadi disebut sebagai titik, garis tengah dan garis-garis
pada lapangan sebagai garis, dan lapangan sebagai bidang. Sebelum kick off.
bola terletak pada garis lapangan. Ini menggambarkan titik terletak pada garis
dan juga titik terletak pada bidang. Pada saat bola ditendang melambung, bola
tidak lagi terletak pada garis lapangan dan juga tidak terletak pada bidang
lapangan. Kejadian tersebut menggambarkan kedudukan titik, garis, dan bidang.
Pak
Afandi menulis di papan tulis, “Kedudukan titik terhadap garis itu ada yang
terletak pada garis dan ada yang terletak di luar garis. Begitupun dengan
kedudukan titik terhadap bidang. Kemudian kedudukan garis terhadap garis lain,
yaitu dua garis berpotongan, dua garis sejajar, dan dua garis bersilangan.”
Suasana kelas pagi itu hening sekali, beberapa murid terlihat sudah terlelap dalam tidurnya, dan Chandra terlihat semakin khusyu’ dalam berdoa hingga kepala nya sudah berada di atas meja. Sang guru pun tetap melanjutkan penjelasannya, dan Karl masih fokus memperhatikan dan mencatat materinya.
Setelah
dirasa cukup penjelasan darinya, ia menuliskan beberapa pertanyaan di papan
tulis dan memberikan waktu untuk muridnya mengerjakan. Juga ia memerintahkan
muridnya untuk maju dan menjawab soalnya di papan tulis.
Menit-menit
pun berlalu, Karl sudah mengerjakan semua soal-soalnya, berbeda dengan Chandra
yang masih terlarut dalam doa khusyu’ nya. Karena dirasa waktunya sudah
cukup untuk mengerjakan soal-soal, Pak Afandi pun mulai memanggil nama-nama
yang dipilih untuk mengerjakan di papan tulis. Orang yang pertama dipanggil
untuk maju adalah Musa Al-Khawarizmi, sahib Karl yang tak kalah pintar dari nya.
Sebelum
maju untuk mengerjakan, Musa memastikan jawabannya itu kepada Karl, “Karl,
apakah jawabannya adalah ‘garis k sejajar dengan garis g dan memotong garis
h’, itu jawaban yang kutahu.” Tanya Musa. “Maaf Musa, aku belum selesai
mengerjakannya.”
Musa
maju menjawab pertanyaan di papan tulis dan ia menjawab dengan benar. Kemudian
giliran orang setelahnya yang dipanggil, kali ini Pak Afandi memilih orang yang
sejak awal terlihat tidak fokus dengan pelajarannya ,
“Selanjutnya,
Prasanta Chandra,” seru Pak Afandi. Mendengar ucapan gurunya, Chandra terbangun
dari doa nya yang khusyu’ itu, ia yang sedari tadi tidak memperhatikan
pelajaran merasa gemetar ketika nama nya dipanggil.
“Hei
Karl! bantu saya,”
“Sepertinya
kamu harus menunggu wahyu itu turun agar kamu bisa mendapat jawabannya,” ledek Karl.
Karena
tidak mendapat jawaban dari Karl, ia meminta jawaban kepada teman yang lain.
Lebih tepatnya dia merampas buku milik temannya. Pemilik buku itu tidak
memiliki keberanian untuk melawan Chandra.
Chandra
pun maju dengan pasrah, dan nasib baik jawaban nya itu benar. Ia kembali ke
tempat duduknya. Teringat beberapa saat yang lalu Karl tidak memberikannya
jawaban, ia kesal dengan sikap nya tersebut, ia pun menyenggol lengan Karl yang
sedang menulis dan membuat catatannya tercoret,
”Eh,
sengaja banget, kenapa sih?” gumam Karl.
“Itu
salahmu, mengapa kamu memilih untuk duduk disini, mengapa kamu menulis ketika saya
sedang melewatimu, mengapa kamu tidak menyingkir ketika saya lewat, mengapa…”
“Pindah
saja sana!” sambung Karl sembari memukul kepala Chandra dengan botol minum
miliknya.
“DUHH!” seru Chandra.
***
Pelajaran
matematika pun selesai. Sekarang adalah waktunya istirahat. Chandra yang sudah muak
sedari tadi dengan pelajaran dan juga teman sebangkunya, ia langsung bergegas
keluar kelas bersama Laura, sahibnya, untuk pergi ke kantin.
Kemudian
salah satu teman kelasnya ingin menitip sebotol minuman pada Chandra yang akan
pergi ke kantin, “Hei, Chandra. Saya
minta tolong belikan satu botol minuman bersoda, saya sedang mengerjakan tugas
yang tidak bisa ditinggal.”
“Beli
saja sendiri. Terlalu sering menitip pada teman dapat berdampak buruk pada
kesehatan mental. Itu dapat menyebabkan kecanduan dan mengganggu keseimbangan
hidup. Itu juga akan berdampak pada sendi-sendi didalam tubuhmu yang tidak dapat
bekerja secara efektif karena kamu malas untuk berjalan ke kantin. Botol
minuman itu juga akan meningkatkan jumlah sampah plastik, bayangkan jika bumi
sudah kelebihan sampah plastik, itu akan…”
“Sudahlah,
Chandra. Perkataanmu sudah diluar jangkauan,” seru Laura sembari menarik lengan
Chandra untuk segera ke kantin.
Temannya
itu menghela napas panjang setelah mendengar jawaban dari Chandra, dan teman
lain sampai tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan itu,
“Jika tidak mau dititipkan, tinggal jawab tidak mau saja, mengapa dibuat rumit.”
***
Karl
dan Musa berjalan menuju taman dan memilih tempat duduk di bawah pohon rindang yang
teduh, kemudian mereka memakan bekal yang dibawa dari rumah sembari membahas program
kerja selanjutnya sebagai OSIS. Musa membuka bungkus roti yang ia bawa
dan terlihat tanggal kadaluarsa dari roti tersebut, “Penentuan tanggal
kadaluarsa ini kira-kira menggunakan penerapan matematika apa ya?” tanya Musa.
“Klik-klik”
keyboard terdengar dari handphone milik Karl.
“Itu
menggunakan konsep limit. Contoh penerapan limit yaitu pada saat membeli produk
pangan tertera batas tanggal kadaluarsa. Hal tersebut sering dianalogikan
dengan pengertian limit. Limit fungsi merupakan suatu batas yang menggunakan
pendekatan fungsi atau nilai yang didekati suatu fungsi saat suatu titik
mendekati nilai tertentu. Sebuah fungsi mempunyai variabel dimana jikka
disubstitusi suatu bilangan maka akan menghasilkan nilai tertentu. Materi ini
dapat diaplikasikan pada perhitungan-perhitungan dalam teknologi pangan, mulai
dari pascapanen, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan
distribusi produk pangan,” jawab Karl.
“Wah,
tidak terpikirkan itu akan menggunakan konsep limit,”
“Benar, padahal kita sudah mempelajari babnya,” sambung Karl. Mereka pun makan dengan tenang dan saling bercerita tentang banyak hal.
***
Bel
masuk pun berbunyi, seluruh siswa dan siswi bergegas menuju kelas masing-masing
untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya. Untuk kelas XII Newton, kelas
Karl, akan dimulai pelajaran kimia. Pelajaran dimulai dengan Bab “Sifat
Koligatif Larutan”.
“Hei
Chandra, sepertinya bel sudah berbunyi,” sahut Laura.
“Sebentar,
aku belum selesai dengan makanan ini,” jawab Chandra dengan mulut yang penuh
dengan makanan.
“Cepat
habiskan,” seru Laura.
“Laura,
makan terburu-buru itu dapat mempengaruhi sistem pencernaan, bayangkan saja jika
lambungku yang sedang mencerna makanan tiba-tiba berpindah posisi karena harus berlari
ke kelas sekarang. Dan perjalanan makanan yang seharusnya dari lambung ke usus
halus kini berubah menjadi usus kasar disebabkan oleh pergejolakan di perutku.”
“Aku
berubah pikiran, kita tidak akan ke kelas sekarang, mungkin aku harus membawamu
ke UKS, sepertinya akalmu bermasalah,” sahut Laura.
“Ha-hah?”
“Aku
duluan, terserah mau ikut atau tidak. Biarkan saja lambungmu berpindah posisi,
dan usus halusmu berubah menjadi usus kasar, sekalian biar cocok dijadikan tumbal
proyek,” ia pun berlari menuju kelas meninggalkan Chandra sendiri di
kantin. Untung saja gurunya belum masuk kelas.
“Hei!
yang piket hapus papan tulisnya sekarang!” seru salah seorang murid. Karl
selaku ketua di kelasnya mulai memanggil nama yang piket untuk menghapus
tulisan di papan tulis, kemudian salah seorang temannya berkata, “Hei Karl!
Kamu hari ini juga piket, hapuslah papan tulis itu.” Karl enggan melakukannya,
“Ketua kelas punya hak untuk mengatur bagaimana kelas berjalan. Kalian saja
yang menghapus.”
Guru
kimia pun tiba di kelas. Bu Ratih membuka pelajaran pagi itu dengan mengabsen anak-anak
di kelas, hingga sampailah pada nama Prasanta Chandra. Tidak ada yang menyahuti
ketika dipanggil Namanya, yang berarti dia belum hadir di kelas. Laura selaku
teman dekat Chandra ditanya oleh sang guru di mana keberadaan Chandra, Laura beralasan
tidak tahu karena ia pergi duluan ke kelas. Jika ia membeberkan Chandra masih makan
di kantin, itu akan menambah masalah baru bagi Chandra.
Beberapa
menit berlalu, Chandra pun tiba di kelas, “Darimana saja kamu, Chandra, kok
baru sampai di kelas sekarang,” tanya Bu Ratih.
“Saya habis dari UKS bu,” jawab Chandra.
“Kamu
sakit?” tanya Bu Ratih.
“Bukan
bu, saya Chandra,” jawab Chandra yang membuat seisi kelas tertawa
terbahak-bahak karena kelakuan nya. Hanya beberapa orang yang paham dengan lelucon
itu.
“Ohh,
beneran sakit ini, jangan lupa minum obatnya ya,” sambung Bu Ratih, dan Chandra
pun langsung menuju ke tempat duduknya.
Kelas
dimulai. Bu Ratih memulai dengan pertanyaan tentang empat musim apa saja yang
ada di negara-negara yang terletak jauh dari garis khatulistiwa, muridnya
diminta untuk menjawab pertanyaan itu. “Musim panas, musim gugur, musim dingin,
dan musim semi,” jawab Karl. “Ya, benar sekali Karl.” Negara yang jauh dari
garis khatulistiwa itu mengalami musim panas, musim gugur, musim dingin, dan
juga musim semi. Saat musim dingin tiba, jalan-jalan akan ditutupi oleh salju,
karena itu banyak kendaraan tergelincir sehingga perlu dibersihkan.
“Sebenarnya
ada enam musim bu, ditambah dengan musim buah dan musim hujan,” sambung
Chandra.
“Ibu
baru dengar tentang itu, namun tambahan kedua musim itu tidak berkaitan dengan
bab yang akan kita bahas sekarang, Chandra,” tangkas Bu Ratih.
“Itu
ada di upin-ipin bu,” seru teman yang lain dengan gelak tawa.
Sudah
cukup tertawanya, Bu Ratih kembali melanjutkan. Jadi, salah satu cara
membersihkannya adalah menamburkan garam CaCl2 di
jalan. Penaburan garam tersebut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku air
hingga di bawah suhu 0 derajat celcius. Akibatnya, lapisan salju akan mencair.
Penurunan titik beku dari kutipan cerita itu merupakan salah satu jenis sifat
koligatif larutan.
Suasana
kelas hening, terlihat beberapa anak sudah menaruh kepalanya diatas meja. Karl tetap
fokus dengan pelajaran yang disampaikan sambil mencatatnya. Begitupun teman
sebangkunya, yang juga terlihat sedang mencatat materinya. Damai sekali mereka
sedang akur.
Jumlah
zat terlarut dalam larutan memengaruhi beberapa sifat larutan, yaitu titik didih
larutan, titik beku larutan, tekanan uap, dan tekanan osmotik larutan,
Sifat-sifat tersebut disebut sifat koligatif larutan. Jadi, sifat koligatif
larutan adalah sifat yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut,
tetapi tidak bergantung pada jenis partikelnya. Bertambah atau berkurangnya zat
terlarut mengubah sifat koligatif tersebut.
“Kalau
penaburan garam pada awan untuk membuat hujan buatan, itu termasuk sifat
koligatif larutan, Bu?” tanya Karl.
“Pertanyaan
yang bagus Karl. Hujan buatan adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
memicu terjadinya hujan dengan cara mengubah sifat fisika awan. Salah satu
contoh penerapan sifat koligatif larutan pada hujan buatan adalah dengan
menambahkan garam dapur (NaCl) atau kalsium klorida (CaCl2) ke
dalam awan. Kedua zat tersebut memiliki sifat higroskopis yang baik dan
mudah diakses, sehingga dapat membantu awan berkondensasi dan memicu
terjadinya hujan. Apakah sudah jelas, teman-teman semua?”
“Jelas Bu,” jawab beberapa anak.
***
Pelajaran
kimia pun usai. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran PJOK oleh Bu Asmi. “Bu, materi
aja jangan praktek, diluar panas Bu,” seru anak-anak perempuan di kelas.
“Hari
ini jadwal pengambilan nilai lari cepat ya anak-anak,” jawab Bu Asmi.
Karl
baru datang dari ruang ganti baju, dan tidak mendengar perkataan Pak Nasr tadi,
ia pun bertanya kepada Chandra,
“Hari
ini katanya akan pengambilan nyawa, Karl,” jawab Chandra.
Bertanya
ke orang yang salah, botol minum pun lagi-lagi melayang ke kepala Chandra. Ia
meringis kesakitan, “Love language nya memang physical attack
ya?!” Karl pun pergi menghampiri Musa dan bertanya kepadanya.
Bu
Asmi mengarahkan anak-anak kelas XII Newton ke lapangan dan melakukan
pemanasan. Pengambilan nilai semakin lama karena menunggu anak-anak perempuan
sampai di lapangan, karena mereka sedang memakai sunscreen juga body
lotion agar aman ketika terpapar sinar matahari. Ternyata bukan hanya
anak-anak perempuan yang belum sampai di lapangan, Chandra juga belum terlihat eksistensinya.
Chandra
pun sampai di lapangan bersama dengan Laura. Beberapa teman menyoroti wajah
Chandra yang nampak berbeda,
“Eh,
kamu pakai sunscreen juga, Chandra?” tanya seorang anak dan perhatian
teralihkan ke wajah Chandra yang membuatnya semakin percaya diri
menunjukkannya.
“Hmmm,
dipakaikan Laura tadi, terlihat semakin tampan bukan?” jawab Chandra dengan tingkat
kepercayaan dirinya yang tinggi.
“Seperti
perempuan saja,” seru beberapa anak dengan gelak tawa.
Bu
Asmi kemudian memulai pengambilan nilai, yang pertama bertanding adalah Karl
Achenwall vs Prasanta Chandra. Chandra sangat yakin bahwa ia akan mengalahkan
Karl, karena dia cukup payah di pelajaran olahraga. Benar saja, baru beberapa
meter berlari, Karl sudah terjatuh karena tersandung batu didepannya. Itu membuat
hidungnya cedera sampai mengeluarkan darah. Mengetahui itu, Chandra tetap
melanjutkan pertandingan sampai garis finish tanpa memerdulikan kondisi lawannya.
Karl
dibawa ke UKS untuk dilakukan penanganan. Cukup lama hingga akhirnya
darah itu berhenti keluar dari hidungnya. Lalu datanglah seorang pria dewasa
dengan postur tubuh besar ke dalam ruangan UKS dan menghampiri Karl, kemudian
ia menyuruh teman-teman disana keluar dari ruangan tersebut.
“Tuan,
bagaimana rasanya sekarang? Apa kita harus ke rumah sakit,” pungkas pria itu.
“Tidak
perlu, saya sudah lebih baik sekarang. Bagaimana kau bisa tahu tentang ini?”
“Gurumu
menelepon Pak Bos, dan ia menyuruh saya datang kesini menemuimu,”
“Dia tidak benar-benar peduli, hanya mencari perhatian saja pada guru-guru di sini,” batin Karl.
Bab selanjutnya: https://pearlail.blogspot.com/2024/07/novel.html